1

/
0 Comments
Yang membuat perpisahan begitu memilukan -tidak, sebenarnya menyakitkan - adalah ketika semua sudah tak lagi sama. Tak ada lagi tempat berbagi dan bercerita. Hilang sudah ritual khusus yang hanya dimiliki berdua, begitu pula kebiasaan-kebiasaan yang mulai ada sejak membangun 'kita'. Yang tersisa sekarang hanya kenangan, bukti sejarah dan dirimu sendiri disudut kamar gelap.

Meski begitu, perpisahan bukanlah hal yang harus ditakuti, sebab manusia memang tak pernah bisa lepas dari yang namanya perpisahan dan kehilangan, bukan? Berpisah dengan mimpi-mimpi yang tak tergapai, dengan keluarga, bahkan dengan orang yang kita duga adalah belahan jiwa. Sakit memang, karena setiap perpisahan selalu diiringi oleh luka. Tapi, hei, bukankah tak ada yang abadi di dunia ini? Bahkan alam semesta inipun akan hancur suatu saat nanti.

Dalam hidup, selalu ada proses daur ulang. Setiap yang datang, pasti akan pergi. Atau keduanya bisa terjadi bersamaan. Sekarang tertawa, esoknya menangis. Ada yang bahagia, ada pula yang berduka. Bisa sukses, bisa juga tidak. Mari kita anggap itu semua adalah pelangi kehidupan yang sudah menjadi makanan kita sehari-hari. Jika kita tak menyalahkan yang datang, lantas mengapa harus mempermasalahkan yang pergi? Mengapa manusia seenaknya mengatakan hidup ini tidak adil, seolah-olah dia mengerti adil itu apa, bisa jadi malah dia belum bisa menjadi pribadi yang adil, bukan mengadili. Bersedih karena kehilangan wajar, karena manusiawi. Marah karena perpisahan pun begitu. Tapi selama tetap dalam batas yang masih dapat ditoleransi dan tidak mengganggu kebebasan orang lain.

Terinspirasi dari sebuah pertanyaan di jagat internet.


You may also like

No comments:

Written By Yus. Powered by Blogger.