Akhir-akhir
ini banyak berita panas tentang dunia politik, khususnya di daerah ibukota. Sebenarnya, bukan menjadi hal yang aneh jika ada seorang pemimpin yang dipenjara dan dijatuhkan. Bukankah sejak bangsa ini merdeka sudah banyak terjadi kasus serupa? 

Dulu, Soekarno diusir dari Istana Negara oleh rezim Orde Baru. Bahkan hingga akhir hayatnya, beliau dikarantina dan tidak diperbolehkan keluar dari kamarnya. Kemudian ada Soeharto yang pada akhir jabatannya tersandung kasus korupsi yang masih menjadi misteri hingga beliau berpulang. Habibi, dengan seribu gagasan cemerlang untuk bangsa ini pun tak luput dari masalah. Memang beliau tidak tersandung kasus, tapi rakyat kita ini sumbunya terlalu pendek. Terkena percikan minyak tanah saja langsung membara. Karena berpisahnya Timor Timur, beliau pun lengser dari jabatannya. Kemudian ada Gus Dur, yang dilengserkan secara tidak hormat karena tuduhan korupsi Bulog yang nyatanya tidak beliau lakukan. Dan beberapa hari ini, Indonesia kembali heboh dengan dikandangkannya Gubernur DKI Jakarta, yakni Pak Ahok. Alasannya, karena penistaan agama. 

Mengapa mereka mengalami nasib yang demikian? Apakah mereka berbuat salah? Apakah mereka tidak membangun bangsa ini? Mereka manusia, tentu manusia tidak ada yang sempurna. Manusia tempat salah dan lupa, itu fitrah. Mereka semua adalah orang-orang yang berkorban demi kemajuan bangsa ini. Mereka adalah orang-orang yang tidak takut terhadap kasus yang menimpa mereka. Mereka hanya takut perjuangan mereka terhenti, dan tak ada lagi yang meneruskannya. Inilah bukti kejamnya dunia politik di Indonesia. Siapa bisa menjadi apa, kawan menjadi lawan, juga sebaliknya. Politik juga membuat orang menjadi gelap mata dan serakah. Membuat orang lupa akan hakikat dan amanah yang dipikulnya. 

Saya bukan orang yang pro, apalagi kontra terhadap masalah ini. Saya bukan juga orang yang pura-pura buta dan tuli dengan apa yang terjadi dihadapan saya. Saya hanya ingin mengajak anda semua sebagai pembaca tidak mudah terseret dalam hasutan media-media dan ucapan orang yang berbunyi "katanya". Mari ambil sisi positif mereka dan mulai membangun Indonesia yang lebih baik. Dari kita, untuk kita, untuk Indonesia kita tercinta. 

Salam Perjuangan!!! 
Merdeka!!!

Yusuf Surya Gemilang
Tiga bulan pertama
Kau mendatangiku tanpa kata
Singgah diujung bangku ringkih itu
Lalu kita sama terdiam dihempas sunyi

Tiga bulan pertama
Kau mulai memberi nama
Aku pun memberi nama padamu
Lalu kita mulai bercakap, tertawa, bernafas dan bersiul

Tiga bulan pertama
Siang semakin sejuk
Malam semakin benderang
Senyum pun makin terkembang

Kemudian semua tak sama
Kau tiba, namun tak berkata
Hanya meletakkan begitu saja
Amplop biru yang membuatmu bisu

Kemudian semua jadi gelap
Tak ada lagi gemuruh tawa
Hilang sudah kicau angsa
Riak danau pun menghilang

Tiga bulan berikutnya
Takdir membawaku ke taman mimpi
Lalu kulihat kau tertawa dan bercakap
Bersama bidadari barumu

-Sebuah Saduran
Pernahkah anda sangat ingin melakukan sesuatu tapi merasa begitu malas untuk melakukannya? Bahkan membayangkan harus berdiri dan berjalan saja rasanya sangat berat. Atau, pernahkah anda bermimpi untuk menjadi apa yang anda inginkan, tetapi enggan untuk mewujudkannya. Mungkin istilah kasarnya, hanya berangan tapi tak ingin. Atau bahkan, apakah anda mempunyai tugas yang sebenarnya memiliki tenggat waktu atau deadline panjang dan anda bisa mengerjakan sedikit demi sedikit, atau bahkan sekaligus selesai, tapi malah menundanya hingga detik-detik terakhir? Kalau semua pertanyaan diatas anda jawab dengan kata 'YA', maka itu sebenarnya adalah sesuatu yang wajar. Mengapa demikian? Karena pada dasarnya manusia memang memilii sifat alami bernama 'malas'.

Serajin apapun seseorang pasti pernah merasa malas. Nah, yang membedakan antara orang rajin dan orang malas adalah seberapa kuat kita melawan rasa malas itu. Atau bahkan, lebih kuat mana antara keinginan melakukan sesuatu dengan keinginan menunda sesuatu. Saya baru saja menonton sebuah video yang membuat saya tersadar bahwa malas memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, juga tidak ada obatnya. Namun, malas ini dapat diatasi dengan melawan. Ya, melawan rasa malas itu agar tidak menjadi semakin kuat. Setiap manusia pada dasarnya kreatif dan memiliki mimpi yang tinggi, tapi kita selalu memiliki sebuah tembok raksasa yang menghalangi jalan kita. Halangan itu sebenarnya bukan finansial, bukan pula kebodohan. Yang lebih berbahaya lagi, halangan itu adalah malas. Sebab semiskin apapun, jika ia memang berniat untuk mewujudkan mimpinya, maka ia akan berani melakukannya dan melakukan apapun (dalam hal positif) untuk meraihnya. Begitu juga jika alasannya bodoh. Sudah ada ribuan bahkan jutaan orang yang membuktikan bahwa tidak ada orang bodoh di dunia ini, yang ada hanyalah orang malas. Jika ia tidak bisa, maka ia akan melakukan apapun yang diperlukan agar menjadi bisa dengan keringatnya sendiri, bukan dengan bermain curang.

Kecurangan lahir karena ada kemalasan. Seseorang malas berjuang, tapi ingin meraih hasil yang instan, maka ia memilih untuk bebuat curang. Curang itu nikmat, dan membuat orang ketagihan. Bagaimana tidak, kita tidak perlu melakukan usaha apapun, tiba-tiba apa yang kita inginkan tercapai. Tapi banyak yang tidak menyadari bahwa berbuat curang itu sama halnya dengan melempar bumerang. Memang diawal terasa nikmat, tapi suatu saat bisa jadi kenikmatan tersebut berbalik menjadi petaka bagi kita. Contohnya, ada mahasiswa kedokteran yang ingin lulus tanpa harus belajar dan mengerjakan praktikum, tugas, ujian dan sebagainya. Lalu setelah lulus, ketika ia menjadi dokter dan kedatangan pasien yang sedang kritis, ia tidak tahu pasiennya harus diapakan. Dan pada akhirnya pasien yang seharusnya dapat diselamatkan harus meregang nyawa ditangan sang dokter 'gadungan' tersebut (kalau tidak boleh saya katakan abal-abal).

Rasa malas akan hilang dengan sendirinya jika kita bersemangat, atau ketika kita berhadapan dengan tenggat waktu yang semakin mendekat. Yang kedua adalah apa yang sering kita sebut dengan ' the power of kepepet' atau 'SKS'. Padahal SKS sendiri dapat berakibat buruk bagi tubuh jika terus menerus dilakukan. Atau mungkin, ada yang bertanya "saya sudah semangat, tapi kok masih malas ya". Kalau sudah begitu mari kita reset sejenak pikiran kita, dan mulai berpikir ulang tentang apa yang kita kerjakan. Mengapa kita melakukannya? Apa tujuan awal kita memilihnya? Sudah berapa banyak waktu dan materi yang kita kerahkan untuknya? Apa benar ini pilihan kita? Setelah sejauh ini, apakah anda berpikir untuk menyerah? Coba tanyakan hal-hal tersebut pada diri anda sendiri. Lakukan perbaikan niat, karena apapun yang anda lakukan, jika tidak anda niatkan dan yakini, akan menjadi hampa dan sia-sia.

Diinspirasi
dari sebuah akun di media sosial
Written By Yus. Powered by Blogger.