Malam Yang Panjang

/
0 Comments
Aku masih termenung diujung jendela, memikirkan kata-katanya barusan. Entahlah, saat ini aku tak mampu berpikir jernih, dan aku memang sedang tak ingin berpikir. Apapun itu, biarkan aku menikmati hujan yang singgah di bingkai jendelaku.
Tiba-tiba dia datang dari belakangku, memegang kedua pundakku dengan lengannya yang kekar, dan langsung menciumku. Astaga, ia sanggup menghanyutkanku sedalam ini. Sejenak, aku merasa bagai perempuan paling hina, sebelum bibirku larut dalam lumatan bibirnya. Bukannya melepaskan, aku justru membalasnya dengan hangat. Ini adalah ciuman pertamaku, dan ia yang mendapatkannya. Tuhan, aku ingin menangis rasanya. Setelah melepas bibirku, aku memberanikan diri membuka mulut,
"Lalu, bagaimana dengannya?"
"Entahlah, yang penting sekarang aku bersamamu", jawabnya enteng lalu merengkuh kepalaku, menaruhnya di bahunya yang kekar.
"Apa kau juga melakukan ini dengan yang lain?"
"Iya", gumamnya ringan. Sumpah, kalau bukan karena aku mencintainya, sudah kuambil pisau di dapur dan menggoroknya. Tapi aku menikmati ciumannya.
"Jadi, menurutmu sekarang, kita ini apa?"
"Kalau aku terserah bagaimana engkau", dan ia pergi, masuk ke kamarnya lalu mematikan lampu. Meninggalkanku sendiri ditengah kalutku. Ingin rasanya aku berlari, berteriak kepada rintik hujan diluar sana. Apakah aku masih memiliki harga diri, setelah semua yang terjadi? Bodohkah aku, jika masih mengharapkan sedikit rasa darinya? Sedikit saja, tak lebih. Salahkah? Jangan tanya aku, aku sendiri tak tahu. Yang kutahu hanya aku menginginkannya, tak lebih.
Tuhan, aku tak ingin menjadi Sephia abad ke-21. Kumohon, tolong aku.

-Dosa Tengah Malam


You may also like

No comments:

Written By Yus. Powered by Blogger.