Dibawah gemuruh langit kelabu ini, izinkan aku mendekap bayangmu dalam memori. Mengucap sepatah kata dan sebaris doa untukmu. Ingin kutitipkan salamku lewat desah angin disela pepohonan. Bersama dengan turunnya tetesan rindu ini, biarkan raga ini terlelap. Berkelana bersamamu dialam mimpi. Hai burung gereja diatas pohon, maukah kau menyampaikan salamku kepada bulan yang tetap bersinar ditengah hari. Salam dari sang surya yang kehilangan cahayanya. Terhalang awan kelabu yang berhiaskan rindu. Biarkan aku merindu, menatap hampa keujung bingkai kenangan. Izinkan aku mencintaimu dalam diamku. Menyesapnya dalam setiap helaan nafasku. Aku hanyalah seonggok gumpalan darah yang hina. Yang selalu memujamu dalam setiap tetes darahku. Biarkan hati ini yang menanggung semua rasa dan asa ini. Tak perlulah kugaungkan kepada semesta. Cukup aku, engkau dan rindu dalam secangkir kenangan ini. Kepada bulan ditengah hari, pinjamkan aku kekuatan cahayamu. Agar aku mampu mengusir sepi diujung kelabu.

Kamu itu satu dan kamu istimewa. Seperti bulan yang selalu menyebarkan kehangatan dalam setiap pancaran sinarnya yang menenangkan. Kamu adalah satu dari sekian malaikat tanpa sayap, yang menerangi setiap hembus nafas ini.

Biarkan aku mengungkapkan segalanya dalam kiasan, karena sejujurnya akupun tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Biarkan bintang-bintang di hamparan langit yang menafsirkannya. Aku hanya ingin mengarungi sungai deras ini bersamamu. Aku tak pernah sanggup untuk menyatakan kebenaran hati ini, karena nyaliku tak terisi. Pun aku tak sanggup berdusta karena terlalu berat untuk menyembunyikan semua kebenaran rasa ini. Biarkan aku membasuh lukamu dengan tawa dan menghapus air matamu dengan canda.

Karenamu aku menjadi pelangi penuh warna, tak lagi hanya setumpuk warna hitam putih dalam balutan kelabu. Keindahan yang kau rasa tercipta karena adanya campuran warna dalam cahaya asmara.

Izinkan aku menjadi bagian dari romansa diujung rindu. Kenapa waktu terasa lelah dan malas berputar tanpamu, kau bertanya. Aku pun tak tahu, kasih. Seakan ia sengaja menguji kesabaran kita dalam lorong hampa  yang gelap dan sepi ini. Menyiksa, menghanyutkan dalam sepi disetiap detaknya.

Meskipun purnama tahu tak semudah itu menggapai matahari, ia tak akan pernah menyerah. Karena ia tahu, kesetiaannya tak semudah itu ditaklukkan. Meskipun ia tahu, jarak dan waktu tak lagi bersahabat dengannya. Meski ia tahu, ia mungkin terbakar oleh matahari. Aku yakin, purnama ini akan selalu memelukku dan menemaniku dengan segala kekhawatirannya.

Tapi, tahukah engkau mengapa Tuhan menciptakan purnama? Untuk berbagi kehangatan, kedamaian, serta kerinduan bersama sang surya. Membagi cahaya kasih di bumi cinta ini. Biarpun badai menggelora, dan ombak bergejolak, toh pada akhirnya semua berakhir dengan sebuah senyum indah yang terpancar dari semesta. Kebahagiaan yang berasal dari kumpulan cahaya rindu, dan setetes embun fajar. Aku tahu segala rasamu, biarkan ia ada dalam diamnya. Dekap aku, maka kau akan mengerti mengapa rindu ini tak perlu terucap, karena ia hanya butuh tersampaikan. Bahkan semesta pun sadar, bahwa purnama bersniar kaena matahari. Aku tahu, mendung ini yang menghalangi hangat sinarku kepadamu.

Diamlah, tenangkan ragamu sejenak. Aku tahu kau terlalu lelah menanggung beban rindu yang teramat ini. Esok, izinkan aku yang menanggungnya. Sekarang, simpalnlah ia dalam asa. Ketika sang surya kembali lagi esok, peluklah aku sekuatmu, rengkuhlah kumpulan belulang ini. Luapkan segala asa dan rasa dalam dadamu. Biarkan aku menerima semuanya. Izinkan aku menjadi tempat bersandarmu.

Biarlah jarak dan waktu bermain dalam dunianya. Selama kau dan aku masih menjadi kita, aku tak takut. Rintangan pasti menghadang, badai pasti menerjang. Tapi aku percaya, selama kau masih berdiri disisiku, semangatku tak akan pernah padam. Apapun yang terjadi. Dibawah purnama aku bernanung, kepada purnama aku kembali.
Kepada hujan diujung senja, ajarkan aku bagaimana caranya membuat dia bahagia. Aku tak ingin menjadi duri yang hanya bisa menyakiti, bukan melindungi. Aku ingin melihat dia tersenyum dan tertawa, bukan menangis dan terluka. Biarlah kuhapus deritanya dan kuganti dengan cerita indah. Jika memang kita tak bisa bersama selamanya, aku ingin menahannya dalam dekapanku selama yang aku mampu. Hingga raga dan jiwaku lemah tak berdaya. Aku belum siap untuk melepasnya.

Kepada hujan diujung senja, maukah kau mengajariku arti cinta yang sesungguhnya. Karena yang kutahu, cinta sejatinya hanya memberi dan terus memberi. Ia tak pernah mengharap kembali, menuntut, bahkan meminta. Ia akan selalu berusaha untuk berlapang dada dan menerima apa adanya. Cinta yang kutahu adalah saling memaafkan, bukan saling menyalahkan. Cinta tak bisa dibagi, tapi ia rela berbagi jika itu memang yang terbaik. Cinta yang kutahu saling membahagiakan, bukan saling menyakiti dan menyalahkan. Meski terkadang manusia tak pernah luput dari kesalahan. Cinta yang kutahu berusaha menerima dan memahami, bukan menuntut dan memaksa. Cinta yang kutahu selalu berjuang bersama. Menghadapi segala ujian dan cobaan yang datang menghadang. Bukan hanya sekedar pasrah dan menyalahkan keadaan. Saling membantu dan menguatkan, bukan saling menghancurkan. Banyak orang menjadi kuat karena cinta, namun tidak sedikit yang lemah dan hancur karenanya.

Kepada hujan diujung senja, ajari aku arti bahagia karena cinta.
Masih ingatkah engkau, saat pertama kali kita bertemu? Hari-hari dimana kita masih saling canggung. Saat-saat kita masih baru saling mengenal. Aku hanya sekedar mengenalmu, tanpa peduli kau ada maupun tidak. Hari demi hari yang kulalui masih terbilang 'datar'. Aku pun selalu menyepelekan dan bahkan 'mati rasa' untuk urusan hati.
Tiba-tiba, entah mengapa dan bagaimana caranya, kita menjadi dekat. Kau selalu menyapaku, tersenyum padaku, bahkan tak segan untuk sekedar basa basi. Ya, saat itu aku hanyalah seorang pria dungu yang tak mengerti, apa ini. Aku terlalu mati rasa untuk mengerti yan sebenarnya terjadi. Oleh karena itu aku bergerak mundur, dan menghilang secara perlahan. Karena saat itu aku masih belum yakin dengan diriku sendiri, dan aku tak mengerti arti dibalik semua ini. Yang kurasakan saat itu hanyalah kebingungan dan ketakutan. Karena aku pun belum pernah mengalaminya.
Yang bisa kulakukan saat itu hanyalah menghindarimu, dan bahkan membuatmu membenciku. Maafkan kebodohanku saat itu, alih-alih aku membuatmu membenciku, kau malah terluka karena tindakan cerobohku ini. Aku kalap, aku tak tahu kemana harus berlindung. Aku sendiri, tersesat dalam pelarianku tanpa tahu, kemana harus melangkah.
Saat aku menyangka kau akan membenciku, justru kau malah mendekatiku dan mengatakan hal-hal yang justru membuatku gemetar dan ingin secepatnya enyah dari hadapanmu segera. Kau masih tetap tersenyum, berusaha untuk mempeebaiki semua. Walaupun toh, sebenarnya aku yang menghancurkan segalanya. Kau, dengan sabarmu meyakinkanku bahwa aku mampu untuk memulai lagi, memperbaiki segalanya.
Lalu, ketika kita sudah berhasil memperbaiki ini, kau kembali bertanya dengan menghujamkan kata-katamu yang menusuk jauh kedalam. Tapi aku sadar, bahwa sakit yang kau rasakan saat itu jauh lebih parah. Aku mengerti, lukamu sangat dalam karenaku. Aku hanya mampu menjawabmu dengan jawaban yang bahkan aku sendiri tak sanggup memahaminya. Karena saat itu, aku terlalu sibuk untuk menutup rapat-rapat pintu hatiku daripada belajar untuk menerimamu. Kau yang selalu menerimaku apa adanya.
Aku ingin belajar untuk lebih menerimamu apa adanya dirimu. Engkau, yang seutuhnya menjadi dirimu sendiri. Tanpa peduli hujatan mereka yang iri dan benci padamu. Aku ingin menjadi dia, dia yang selalu disisimu seperti apapun keadaanmu dan disetiap langkahmu. Aku ingin menjadi rumah, rumah yang menjadi tempatmu kembali. Kembali dari rutinitasmu yang melelahkan, menjadi tempatmu bersandar dan berkeluh kesah. Aku ingin menjadi bagian dari ceritamu, mewarnai setiap lembarnya. Menjadi tempat berlindungmu dikala senang maupun susah.
Semua terasa istimewa semenjak kita melangkah beriringan dengan tujuan yang sama. Hari ini tak terlupa ketika kau genggam tanganku, tangan yang dingin ini. Dingin karena merindukan kehangatanmu. Hari ini melelahkan, tapi lelah itu sirna ketika matamu menatap kearahku. Mata yang bersinar, dengan pandanganmu yang menyejukkan dan selalu membuatku rindu. Aku tahu aku penuh kekurangan. Aku tahu kita tak pernah luput dari kesalahan, kita pernah berpisah, kita pernah bersama, tapi hal itu tak merubah segalanya. Segalanya adalah rasa, rasa yang semoga tak akan pernah padam dan harapan yang tak akan sirna.
Ajari aku untuk menjagamu, menemani setiap langkahmu, menjagamu dalam gelap, menguatkanmu dikala rapuh, mendengarkan setiap keluh kesahmu, menghangatkanmu dalam dingin, menghiburmu dalam diam, mengubah tangismu menjadi tawa, mengubah mendung menjadi pelangi. Ajari aku untuk mengerti dirimu. Jika suatu saat nanti aku pergi, bawa aku kembali. Kembali kepelukanmu, berjalan bersamamu.
Aku tahu, aku sadar, aku bukanlah seorang pujangga roman yang sanggup menghujanimu dengan kata-kata mesra. Aku bukanlah saudagar kaya yang bisa menjamumu setiap saat. Aku juga bukan musisi yang mampu membuatkanmu nada-nada indah untuk dikenang. Aku hanyalah seorang pemuda rapuh yang ingin mengungkapkan perasaanku dengan caraku sendiri. Meskipun harus kuakui, aku tak tahu ini apa. Aku hanya merasa, bahwa aku sudah merasa nyaman melalui hari-hari bersamamu. Aku hanya ingin berjuang bersama, sekuat yang kita bisa, sejauh dan selama yang kita mampu. Aku pun tak pernah berharap ini akan berakhir. Seiring berjalannya waktu, kita akan menemukan jawaban atas pertanyaan kita. Tapi aku tak butuh jawaban, aku hanya menginginkanmu disampingku, dan menghabiskan waktu bersamamu.
Written By Yus. Powered by Blogger.