Seorang kawan bertanya
Bagaimana cara mengukur rindu
Karena tak ada satuan  khusus dalam ilmu hitung
Yang kutahu, manusia mengukur rindunya dengan cara yang aneh
Ada sebagian yang mengukur rindu dengan jarak
Ada pula yang mengukur dengan waktu
Kemudian ada yang mengukur dengan malam yang dihabiskan melalui percakapan semu
Bercerita, agar terasa dekat
Meski raga mereka tak sedang bersama
Ada pula yang menghabiskan malamnya penuh kesia-siaan
Karena selalu mengukur rindu dengan hal-hal yang lalu
Yang sebenarnya ia tahu, tak akan pernah berulang
Yang lebih menyedihkan
Ada yang merindu dengan masa lalu
Entah karena tumbang ditengah jalan
Atau hilang ditengah lautan
Tapi ada orang yang hebat dalam merindu
Ia habiskan malam panjangnya tersungkur
Berlinang dan memohon
Hingga basah lantai oleh airmata
Menghitung rindu dengan sujud-sujud terakhirnya
Karena yakin, dibalik kekuatan jarak dan waktu
Masih ada kekuatan dahsyat tersembunyi
Tapi diragukan oleh para penghuni bumi
Yang dungu akan kuasa langit
Diujung malam-malam yang dingin

Akupun sedang merindu
Bintang, adakah dia disana?
Yang selalu kusebut setiap malam
Yang tak pernah luput dari doa
Yang kuharap untuk disegerakan

Bintang, adakah dia disana?
Yang kuharap akan menggenapi
Menemani sisa umurku
Hingga tiba saatnya malaikat menjemput

Bintang, adakah ia disana?
Menyamar jadi salah satu kerlip
Diatas sana, ikut mengawasi
Hingga tiba saatnya, ia turun ke bumi

Bintang, adakah dia disana?
Semoga aku tidak lelah menunggu


-Sleman, 17/7/17
#1
Senja ini selalu sama
Kadang jingga, setengah merah, setengah biru
Kalau sedang mendung warnanya kelabu
Mungkin bagi sebagian orang indah dipandang
Tapi tidak bagi warga metropolitan
Senja hanyalah lambang kelelahan
Akhir dari sebuah hari yang akan terulang esok
Monoton, selalu begitu saja
Hanya terlihat berbeda jika menjelang hari libur

#2
Aku melihat senja seperti melambai
Tersenyum sambil malu malu
Mau pamit, katanya
Kutanya kemana. malah diam saja
Senja, akankah kau kembali besok?

#3
Rupa-rupa warna merah menggantung di angkasa
Lamat-lamat berubah menjadi gelap
Cahayanya semakin redup
Tapi ada satu merah yang tetap menyala
Sinarnya cerah tapi menyejukkan
Bibirmu kah itu?

#4
Hari ini gelap
Tak ada lagi jinga-jinga yang mengudara
Hanya ada kelabu yang disertai rintik basah
Tak ada lagi aroma khas yang hanya keluar saat itu
Senja, kamu dimana?


-15/07/2017
Akhir-akhir
ini banyak berita panas tentang dunia politik, khususnya di daerah ibukota. Sebenarnya, bukan menjadi hal yang aneh jika ada seorang pemimpin yang dipenjara dan dijatuhkan. Bukankah sejak bangsa ini merdeka sudah banyak terjadi kasus serupa? 

Dulu, Soekarno diusir dari Istana Negara oleh rezim Orde Baru. Bahkan hingga akhir hayatnya, beliau dikarantina dan tidak diperbolehkan keluar dari kamarnya. Kemudian ada Soeharto yang pada akhir jabatannya tersandung kasus korupsi yang masih menjadi misteri hingga beliau berpulang. Habibi, dengan seribu gagasan cemerlang untuk bangsa ini pun tak luput dari masalah. Memang beliau tidak tersandung kasus, tapi rakyat kita ini sumbunya terlalu pendek. Terkena percikan minyak tanah saja langsung membara. Karena berpisahnya Timor Timur, beliau pun lengser dari jabatannya. Kemudian ada Gus Dur, yang dilengserkan secara tidak hormat karena tuduhan korupsi Bulog yang nyatanya tidak beliau lakukan. Dan beberapa hari ini, Indonesia kembali heboh dengan dikandangkannya Gubernur DKI Jakarta, yakni Pak Ahok. Alasannya, karena penistaan agama. 

Mengapa mereka mengalami nasib yang demikian? Apakah mereka berbuat salah? Apakah mereka tidak membangun bangsa ini? Mereka manusia, tentu manusia tidak ada yang sempurna. Manusia tempat salah dan lupa, itu fitrah. Mereka semua adalah orang-orang yang berkorban demi kemajuan bangsa ini. Mereka adalah orang-orang yang tidak takut terhadap kasus yang menimpa mereka. Mereka hanya takut perjuangan mereka terhenti, dan tak ada lagi yang meneruskannya. Inilah bukti kejamnya dunia politik di Indonesia. Siapa bisa menjadi apa, kawan menjadi lawan, juga sebaliknya. Politik juga membuat orang menjadi gelap mata dan serakah. Membuat orang lupa akan hakikat dan amanah yang dipikulnya. 

Saya bukan orang yang pro, apalagi kontra terhadap masalah ini. Saya bukan juga orang yang pura-pura buta dan tuli dengan apa yang terjadi dihadapan saya. Saya hanya ingin mengajak anda semua sebagai pembaca tidak mudah terseret dalam hasutan media-media dan ucapan orang yang berbunyi "katanya". Mari ambil sisi positif mereka dan mulai membangun Indonesia yang lebih baik. Dari kita, untuk kita, untuk Indonesia kita tercinta. 

Salam Perjuangan!!! 
Merdeka!!!

Yusuf Surya Gemilang
Tiga bulan pertama
Kau mendatangiku tanpa kata
Singgah diujung bangku ringkih itu
Lalu kita sama terdiam dihempas sunyi

Tiga bulan pertama
Kau mulai memberi nama
Aku pun memberi nama padamu
Lalu kita mulai bercakap, tertawa, bernafas dan bersiul

Tiga bulan pertama
Siang semakin sejuk
Malam semakin benderang
Senyum pun makin terkembang

Kemudian semua tak sama
Kau tiba, namun tak berkata
Hanya meletakkan begitu saja
Amplop biru yang membuatmu bisu

Kemudian semua jadi gelap
Tak ada lagi gemuruh tawa
Hilang sudah kicau angsa
Riak danau pun menghilang

Tiga bulan berikutnya
Takdir membawaku ke taman mimpi
Lalu kulihat kau tertawa dan bercakap
Bersama bidadari barumu

-Sebuah Saduran
Pernahkah anda sangat ingin melakukan sesuatu tapi merasa begitu malas untuk melakukannya? Bahkan membayangkan harus berdiri dan berjalan saja rasanya sangat berat. Atau, pernahkah anda bermimpi untuk menjadi apa yang anda inginkan, tetapi enggan untuk mewujudkannya. Mungkin istilah kasarnya, hanya berangan tapi tak ingin. Atau bahkan, apakah anda mempunyai tugas yang sebenarnya memiliki tenggat waktu atau deadline panjang dan anda bisa mengerjakan sedikit demi sedikit, atau bahkan sekaligus selesai, tapi malah menundanya hingga detik-detik terakhir? Kalau semua pertanyaan diatas anda jawab dengan kata 'YA', maka itu sebenarnya adalah sesuatu yang wajar. Mengapa demikian? Karena pada dasarnya manusia memang memilii sifat alami bernama 'malas'.

Serajin apapun seseorang pasti pernah merasa malas. Nah, yang membedakan antara orang rajin dan orang malas adalah seberapa kuat kita melawan rasa malas itu. Atau bahkan, lebih kuat mana antara keinginan melakukan sesuatu dengan keinginan menunda sesuatu. Saya baru saja menonton sebuah video yang membuat saya tersadar bahwa malas memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, juga tidak ada obatnya. Namun, malas ini dapat diatasi dengan melawan. Ya, melawan rasa malas itu agar tidak menjadi semakin kuat. Setiap manusia pada dasarnya kreatif dan memiliki mimpi yang tinggi, tapi kita selalu memiliki sebuah tembok raksasa yang menghalangi jalan kita. Halangan itu sebenarnya bukan finansial, bukan pula kebodohan. Yang lebih berbahaya lagi, halangan itu adalah malas. Sebab semiskin apapun, jika ia memang berniat untuk mewujudkan mimpinya, maka ia akan berani melakukannya dan melakukan apapun (dalam hal positif) untuk meraihnya. Begitu juga jika alasannya bodoh. Sudah ada ribuan bahkan jutaan orang yang membuktikan bahwa tidak ada orang bodoh di dunia ini, yang ada hanyalah orang malas. Jika ia tidak bisa, maka ia akan melakukan apapun yang diperlukan agar menjadi bisa dengan keringatnya sendiri, bukan dengan bermain curang.

Kecurangan lahir karena ada kemalasan. Seseorang malas berjuang, tapi ingin meraih hasil yang instan, maka ia memilih untuk bebuat curang. Curang itu nikmat, dan membuat orang ketagihan. Bagaimana tidak, kita tidak perlu melakukan usaha apapun, tiba-tiba apa yang kita inginkan tercapai. Tapi banyak yang tidak menyadari bahwa berbuat curang itu sama halnya dengan melempar bumerang. Memang diawal terasa nikmat, tapi suatu saat bisa jadi kenikmatan tersebut berbalik menjadi petaka bagi kita. Contohnya, ada mahasiswa kedokteran yang ingin lulus tanpa harus belajar dan mengerjakan praktikum, tugas, ujian dan sebagainya. Lalu setelah lulus, ketika ia menjadi dokter dan kedatangan pasien yang sedang kritis, ia tidak tahu pasiennya harus diapakan. Dan pada akhirnya pasien yang seharusnya dapat diselamatkan harus meregang nyawa ditangan sang dokter 'gadungan' tersebut (kalau tidak boleh saya katakan abal-abal).

Rasa malas akan hilang dengan sendirinya jika kita bersemangat, atau ketika kita berhadapan dengan tenggat waktu yang semakin mendekat. Yang kedua adalah apa yang sering kita sebut dengan ' the power of kepepet' atau 'SKS'. Padahal SKS sendiri dapat berakibat buruk bagi tubuh jika terus menerus dilakukan. Atau mungkin, ada yang bertanya "saya sudah semangat, tapi kok masih malas ya". Kalau sudah begitu mari kita reset sejenak pikiran kita, dan mulai berpikir ulang tentang apa yang kita kerjakan. Mengapa kita melakukannya? Apa tujuan awal kita memilihnya? Sudah berapa banyak waktu dan materi yang kita kerahkan untuknya? Apa benar ini pilihan kita? Setelah sejauh ini, apakah anda berpikir untuk menyerah? Coba tanyakan hal-hal tersebut pada diri anda sendiri. Lakukan perbaikan niat, karena apapun yang anda lakukan, jika tidak anda niatkan dan yakini, akan menjadi hampa dan sia-sia.

Diinspirasi
dari sebuah akun di media sosial
Tanah itu masih basah
Oleh duka dan airmata
Tergeletak diatasnya karangan kembang
Masih harum dan segar

Awan senantiasa selimuti kota
Membuat pagi terasa sendu
Bahkan untuk merelakan sebuah nama
Yang terlampau cepat pulang

Hanya ada airmata dan
Doa menggema dipelosok desa
Lirih, namun syahdu
Membuat pendengarnya bergetar

Selesai sudah perjalanan panjang itu
Berhenti disebuah bilik
Dipagi yang terlalu awal
Membuat sanak diujung berebut pulang
Kita semua pasti pernah mendengar kalimat "hidup itu ibarat mampir minum". Dan memang benar, bahwa hidup ini terasa amat sangat singkat. Bahkan bagi seseorang yang berusia lanjut. Karena kehidupan yang sebenarnya justru baru akan dimulai ketika seseorang menemui kematian. Terlepas dari agama apa yang kita anut atau aliran apa yang anda percayai, kecuali atheisme tentunya, semuanya membahas kehidupan setelah mati. Saya pernah merenung tentang apa maksud dan tujuan manusia hidup, kemudian mati, lalu dihidupkan lagi. Lalu hilang begitu saja bak diterpa angin. Dan akhir-akhir ini saya pernah dihantui pikiran tentang bagaimana jika suatu saat nanti saya mati ketika saya sedang berbuat dosa dan belum bertobat.

Saat inipun saya kembali bertanya-tanya tentang perjalanan hidup ini, karena baru saja saya berhadapan dengan sebuah kenyataan bahwa nenek saya tercinta, yang pernah mengasuh saya saat SD karena saya tinggal jauh dari orang tua saya, dipanggil kehadapan-Nya. Nenek saya berpulang setelah perjuangan panjangnya melawan gangguan pada pernafasannya beberapa tahun silam. Bahkan sebelum beliau dipanggil, beliau masih diuji lagi, yakni harus dirawat di rumah sakit selama beberapa minggu. Hingga ayah saya harus merelakan pekerjaannya demi merawat ibunya tercinta. Saya yakin dan percaya bahwa sakit merupakan salah satu sarana untuk menggugurkan dosa. Bahkan dalam sakitnya, beliau masih menyempatkan diri untuk bangun pukul 3 pagi dan menunaikan tahajjud dikala saya dan kebanyakan orang lain masih terbuai mimpi indah. Salah satu hal yang saya kagumi dari nenek saya adalah semangatnya untuk beribadah, yang sampai saat ini saya masih belum bisa menirunya.

Pernah suatu hari, saat beliau diuji oleh Yang Maha Kuasa yakni kemampuan pengelihatannya diambil, beliau menangis karena tidak bisa lagi melihat dan membaca Al-Qur'an. Yang dapat saya tangkap dari semua penjabaran ini adalah, nenek saya sepertinya sangat memahami betul konsep bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya. Terlepas dari aktivitasnya sebagai seorang ibu, nenek, buyut, dan guru, beliau selalu mengajak kami semua, siapapun itu, untuk selalu berbuat kebaikan dan menjauhi keburukan dalam setiap nasehatnya. Sekarang, sebagai renungan bagi saya dan pembaca sekalian, sudahkah kita memahami tujuan kita diciptakan dan tujuan hidup kita didunia ini?


 NB: Ini saya tulis dalam perjalanan saya pulang ke rumah setelah medengar kabar bahwa nenek saya sudah selesai berjuang melawan penyakitnya 

Satu satunya hal yang irasional adalah cinta. Cinta membuat seaeorang tidak berada di tempat yang seharusnya. Ia sanggup mengubah seseorang yang awalnya membenci sesuatu berubah menjadi menyukainya, bahkan sebaliknya. Cinta adalah kekuatan maha dahsyat yang sampai saat ini masih belum ditemukan partikel partikel spesifik yang menjadi penyusunnya. Kekuatan masif, yang sangat mengagumkan, juga mengerikan.

Cinta mampu memnyembuhkan orang sekarat dengan ajaib, dan mampu membuat orang yang awalnya berakal sehat menjadi gila. Sudah banyak bukti nyata dari semua kriteria diatas yang terjadi dalam realita sehari hari penduduk alam semesta ini. Ilmu matematika sampai saat ini tak mampu menemukan rumus penyebab seseorang jatuh cinta, bahkan sains pun tidak dapat menyusun senyawa cinta.

Satu satunya ilmu yang mampu menterjemahkan cinta dalam bahasanya sendiri hanyalah filsafat, dan sastra. Darinya, tak perlu ada kamus yang menjabarkan tentang cinta. Biarkan manusia memilih, apa sebenarnya cinta menurut mereka. Karena cinta tak pernah bisa dipaksakan.

Tapi seyogyanya kita juga mempertimbangkan masak masak sebelum memutuskan untuk mencintai sesuatu, atau seseorang. Ingatlah, diatas langit masih ada langit. Masih ada Sang Pemilik Cinta yang mengasihi hamba-Nya tanpa pamrih. Yang selalu mengawasi kita siang-malam, bukti cinta yang suci dan murni Masih ada orang tua yang selalu mengasihi dan menjaga kita tanpa kenal lelah, menunjukkan makna cinta yang sebenarnya, juga bukti dari kekuatan kolaborasi cinta dan kasih sayang manusia. Boleh jatuh cinta, asal kita tetap berusaha menjadi diri sendiri dan tidak terlalu menggebu, yang ada malah hanya menjadi nafsu belaka.
Senja ini selalu sama
Kadang jingga, setengah merah, setengah biru
Jika sedang mendung warnanya kelabu
Tapi senja selalu sepi
Mungkin bagi sebagian orang indah dipandang
Tapi tidak bagi warga metropolitan
Senja hanyalah lambang kelelahan
Akhir dari sebuah hari yang akan terulang esok
Monoton, selalu begitu
Hanya berbeda jika menjelang hari libur 
Tapi tidak bagi para pelukis dan penyair
Senja selalu istimewa
Senja selalu punya cerita yang berbeda
Senja selalu sempurna
Sekarang aku mengerti, kenapa kadang seseorang harus menjadi egois. Sebenarnya, bukan karena ia ingin menjadi egois dan mengabaikan semuanya. Tapi, ia hanya butuh waktu sejenak untuk melupakan semua penat yang menggantung dipundak dan kembali menjadi pribadi yang lepas dari segala macam 'rasa tanggung jawab' untuk melayani semua orang yang ada disekitarnya.

Aku ingin sekali menjadi manusia egois, cukup saat ini. Setelahnya, aku akan kembali menjadi yang semua orang pikirkan. Setidaknya beri aku waktu hanya untuk membahagiakan diriku sendiri, sekali ini saja. Kumohon, aku sudah tak tahan lagi. Sudah terlalu lama aku hidup memikirkan bagaimana caranya membahagiakan semua orang hingga aku lupa sebenarnya apa yang aku sukai, apa yang aku inginkan, bahkan aku lupa bagaimana caranya membahagiakan 'aku'.

Kumohon, aku tak pernah meminta ini-itu kepadamu. Aku tak pernah menyuruhmu melakukan hal yang tak kau inginkan. Hanya untuk kali ini saja, sekali ini saja, izinkan aku menjadi egois. Izinkan aku untuk kembali mengosongkan kepala dan hatiku dari semua kepenatan dunia ini, dan melepas semua beban yang ada dipundakku ini. Setelahnya, aku akan kembali kepadamu. Aku akan kembali menjadi apa yang kau mau, menjadi budak yang selalu kau suruh ini itu. Aku pastikan aku sudah siap saat aku kembali.


Izinkan aku melihat pantai sendirian, menjelajah gunung sendirian, menyeberangi laut sendirian, berlari sendirian, duduk sendirian, bahkan tertawa sendirian. Biarkan aku menjadi gila. Toh aku memang sudah gila. Hanya saja aku sedang berpura-pura menjadi orang waras agar tidak ketahuan. Tapi aku berani jamin, setelah aku menjadi gila, aku akan lebih waras dari sebelumnya. Untuk kali ini saja, izinkan aku hanya memikirkan diriku sendiri. Aku benar-benar sudah tak sanggup lagi. 
Yang membuat perpisahan begitu memilukan -tidak, sebenarnya menyakitkan - adalah ketika semua sudah tak lagi sama. Tak ada lagi tempat berbagi dan bercerita. Hilang sudah ritual khusus yang hanya dimiliki berdua, begitu pula kebiasaan-kebiasaan yang mulai ada sejak membangun 'kita'. Yang tersisa sekarang hanya kenangan, bukti sejarah dan dirimu sendiri disudut kamar gelap.

Meski begitu, perpisahan bukanlah hal yang harus ditakuti, sebab manusia memang tak pernah bisa lepas dari yang namanya perpisahan dan kehilangan, bukan? Berpisah dengan mimpi-mimpi yang tak tergapai, dengan keluarga, bahkan dengan orang yang kita duga adalah belahan jiwa. Sakit memang, karena setiap perpisahan selalu diiringi oleh luka. Tapi, hei, bukankah tak ada yang abadi di dunia ini? Bahkan alam semesta inipun akan hancur suatu saat nanti.

Dalam hidup, selalu ada proses daur ulang. Setiap yang datang, pasti akan pergi. Atau keduanya bisa terjadi bersamaan. Sekarang tertawa, esoknya menangis. Ada yang bahagia, ada pula yang berduka. Bisa sukses, bisa juga tidak. Mari kita anggap itu semua adalah pelangi kehidupan yang sudah menjadi makanan kita sehari-hari. Jika kita tak menyalahkan yang datang, lantas mengapa harus mempermasalahkan yang pergi? Mengapa manusia seenaknya mengatakan hidup ini tidak adil, seolah-olah dia mengerti adil itu apa, bisa jadi malah dia belum bisa menjadi pribadi yang adil, bukan mengadili. Bersedih karena kehilangan wajar, karena manusiawi. Marah karena perpisahan pun begitu. Tapi selama tetap dalam batas yang masih dapat ditoleransi dan tidak mengganggu kebebasan orang lain.

Terinspirasi dari sebuah pertanyaan di jagat internet.
Malam ini aku mau pergi berburu. Membunuhi semua rasa dan harapan akanmu, sampai mati dan punah seperti harimau jawa. Mungkin nanti aku juga akan membunuh hatiku sendiri, lalu kubakar diatas perapian. Kau ikut?
Alhamdulillah bisa posting lagi, setelah vakum beberapa dekade. Akhirnya bisa meluangkan waktu sejenak untuk kembali ceriwis di laman blog tercinta ini. Harap maklum kalo lebay, kurang piknik, di kampus terus.
Kali ini ane nggak posting sesuatu yang berbau sastra karena emang lagi ngga ada ide. Tapi ane pengen ngasih review alias testimoni motor ane, si Mega, habis ganti sepatu baru. Yah meskipun baru ban belakang aja karena dana yang terbatas, maklum mahasiswa kere. Nah kebetulan Mega ane pasangin sepatu merk itali yang udah kondang di dunia motorsport dan udah jadi langganan ducati yaitu Pirelli. Nah, meskipun pirelli ini merk italia, tapi ban seri MT-75 ini diproduksi di Brazil, biar lebih murah katanya. Tapi meskipun made in brazil, kualitas ya tetap Pirelli punya.
Kemaren ane beli ban ini online sih, karena di tempat ane tinggal belum ada distributor ban pirelli. Semuanya ban lokal, kalopun ada yang impor, biasanya cuma michelin sama bridgestone. Ane ganti ban sama peleknya sekalian. Dari pelek standarnya yang cuma 1.60x18 dibalut ban IRC NR25 3.00 18 ane ganti jadi pelek 3.00x18 plus Pirelli MT75 130/70-18. Wih, gede amat? Emag muat? Emang sengaja ane pertahanin pake pelek 18 karena kalo dilihat-lihat punya temen kalo megapro pake ban 17 kok jadi keliatan melar, hehe. Ban gede juga enak buat ngelibas medan apapun. Buat naik trotoar juga tinggal hajar, tapi jangan ditiru ya hehe. Oh iya, pelek lebar buat ukuran 18 cuma ada jari2 karena nggak ada pelek racing. Soalnya pelek 18 rata-rata emang buat modif caferacer sama japstyle dkk. Kalo buat masuk ke arm standar ban segitu juga muat kok, tapi emang motor udah ane tinggiin biar nggak mentok sama spakbor bawah jok. Biar makin enak dipake touring, sekalian biar kelihatan gagah juga.
Setelah ane sebulan pake ban ini belum ada masalah, gripnya juga oke. Meskipun notabene ini ban dengan kompon medium, bukan soft, tapi gripnya nggak kalah sama ban soft. Di trek kering buat rebah masih gigit, tapi nggak berani miring banget karena ban depan masih cungkring. Di trek basah juga mantap. Nggak licin, buat ngerem mendadak juga nggak selip, dipake miring juga oke.
Nah, buat brosis yang pengen ganti ban impor tapi merasa kemahalan buat nebus pilot streetnya michelin atau battlaxnya bridgestone, ane saranin pake ban ini aja.
Dari polanya, ban ini dirancang buat touring, jadi nggak perlu diragukan lagi buat gripnya. Soal harga, ane waktu itu nebus bannya di to******a 570.000, ban dalem 45.000 sama pelek 3.00 berikut jari2 sekalian setel 365.000. Lumayan murah kan? Oh iya, ban yang ane pake itu stok yang udah lama, produksi 2011. Apa masih aman? Masih, asal disimpan dengan benar, selama usianya masih 10 tahun ban itu aman digunakan. Itu standar ban internasional sih. Silahkan dicoba, bagi yang suka ban gede tapi grip mantaf.
Written By Yus. Powered by Blogger.