Malam itu, tiba-tiba terasa begitu asing, begitu pekat. Entah, tapi seperti ada yang memancarkan aura aneh ini, begitu kuat. Kami duduk berdekatan, tapi aku merasa ia sangat jauh.

"Kau kenapa? Kok, tiba-tiba begini", tanyanya memecah sunyi.

"Aku tak apa. Memang biasanya bagaimana?", balasku ketus, sebenarnya terpaksa kulakukan. Aku hanya ingin menjaga, entah apa yang harus kujaga. Maaf jika membuatmu menjadi merasa bersalah, meskipun kenyataannya memang kau yang salah.

"Biasanya kau selalu tersenyum, ada apa?", dia masih berusaha mendekat, meski aku tahu pasti ia sangat canggung.

"Entahlah, menurutmu?", lalu aku menatapnya dalam-dalam. Seakan mampu kutelanjangi matanya, lalu ia berpaling. Sunyi kembali membawa riuh, meniup cangkir kopi kami yang masih mengepul kesana kemari. Sebenarnya, aku juga tak ingin seperti ini. Aku rindu padanya, ingin rasanya aku berdiri lalu memeluknya, menciumnya hingga aku tak bisa bernafas. Tapi, aku sadar, sampai kapanpun aku tak pernah ada di hatinya. Aku tahu, hatinya hanya tersedia untuk gadis itu, gadis berkacamata yang tinggal nun jauh diseberang pulau.

Maafkan aku, jika malam ini aku membuatmu terluka. Tapi kau tak pernah memikirkan luka-luka yang selalu kau lukis kepadaku setiap saat, dan aku harus menghentikannya. Aku lelah, setelah semua yang kau lakukan dan kukorbankan, nyatanya aku tetap tak akan pernah bisa masuk kedalam relungmu. Aku tak akan pernah menjadi rusukmu yang hilang. Bahkan, kau hanya menganggapku hiburan diwaktu senggangmu, ketika bosan mulai menjajah pikiran dan ragamu.

Aku hanya seonggok daging menjijikkan yang kau santap setiap malam, aku tahu, tapi aku juga perempuan, aku masih punya hati. Seandainya ia tahu, aku tahu apa yang akan ia rasakan.Tidakkah kau pernah berpikir tentang itu? Pasti tidak, bahkan kau tak memikirkan perasaanmu sendiri. Yang kau pentingkan hanya nafsu liarmu saja.

"Aku tidur dulu", kemudian ia bangkit, meninggalkanku sendiri bersama cangkir-cangkir yang mulai dingin. Tuhan, masih maukah Kau mengampuniku? Kau yang katanya Maha Pengampun, Maha Pengasih, dan Maha segala-galanya itu. Aku pasrah, Tuhan. Jika memang begini akhirnya, biarlah, memang semua salahku. Aku ingin menangis, berteriak saat itu juga, terserah mereka terbangun atau tidak, bukan urusanku.

"Maaf", nyatanya hanya gumaman itu yang sanggup keluar, dan linangan air mata.

-Dosa Tengah Malam
Hujan masih setia membasahi malam sepiku, membuat para pemimpi bersandar pasrah pada jemari lelap panjang. Sedangkan bayanganku masih setia menemaniku berdiri diujung bingkai basah, mendekap semua resah yang kau ciptakan lewat kata. Aku lemas, bertumpu seadanya pada sebuah ujung disana.  
Seakan tak ada lagi pagi untuk esok, setelah kau sembunyikan dibalik seimut tebalmu. Resah masih bersamaku, ia enggan beranjak karena hujan masih bertumbangan. Ingin kusiram luka yang menganga sedari pagi, setelah kau beranjak pergi bersamanya. 
Kau yang hanya meninggalkan senyuman diujung bangku lapuk di taman itu, tanpa titipan nasehat. Membuatku harus memilih terluka, tenggelam dalam kubangan gelap bernama pahit. Jika saja kau tak datang saat hujan, mungkin aku hanya akan membenci nyamuk. 
Ketika kau memilih untuk memperbaiki kisahmu, dan menggantikanku dengan ia yang bisa menggenggam tanganmu sekarang. Aku hanya mampu menggantikan hadirmu dengan kenangan yang sepotong-sepotong itu, beserta penggalan lain dari puisi yang hilang.
Semoga esok, langit masih berbaik hati membuat pagi  yang baru, untuk mengganti malam yang basah oleh rindu dari sebuah ruang. Dan burung-burung masih setia bernyanyi, menghibur seorang pemuda ringkih dari masa lalu. Agar ia sanggup berjalan lagi untuk mencari kepingan pelangi yang terisak disebuah senja.

Malam ini masih sama
Sunyi, sepi dan sendiri
Aku tak tahu harus kemana lagi
Terus berlari dalam ketidak pastian
Atau kembali, kedalam gelap tanpa ujung
Malam ini masih seperti biasa
Aku berdongeng kepada bintang
Tentang kisahmu
Tentang doaku
Semoga, jika kau kelak memandang bintang yang sama
Akan kau temukan ia bicara
Tentang dirimu dalam imajiku
Semoga, dan masih semoga
Engkau mampu mendengar suaraku
Yang luruh dari langit
Dalam tetes malam yang sejuk
Doaku, yang kau bilang mustahil itu
Adalah sebuah amin yang sedang menunggu
Kapan ia sampai kepada langit
Lalu kembali menjadi pelangi
Mungkin kelak kau akan mengerti
Bahwa semua angan tak pernah mustahil
Selama ia diberi kuasa yang sama
Untuk berkembang jadi realita
-Purnama Dibalik Mega


Aku membencimu
Sungguh aku sangat membencimu
Dengan mudahnya kau lakukan itu semua
Seakan tak berdosa setelahnya

Bagaimana aku tak membencimu
Semudah itu kau membuatku terjatuh
Mengempas jauh dalam dekapmu
Melahirkan sebuah kata bernama nyaman

Bagaimana aku tak membencimu
Bila akhirnya semua sederhanamu
Bahkan hanya sebuah senyum kecil
Bisa membuatku menginginkanmu

Sungguh aku membencimu
Dan semua cara-cara sok sederhanamu
Yang harus bertanggung jawab
Karena membuatku mencintaimu

Maaf jika aku membencimu
Tapi kau yang memintanya
Bahkan jika nanti kau pergi
Aku akan benar-benar membencimu

Mengapa semudah itu kau datang disetiap diamku
Membuyarkan semua lamunan indahku
Meskipun beberapa memang tentang kau
Tapi, gengsi lah jika kau tahu

Tatapan teduhmu sudah meronakan wajahku
Asal kau tahu saja ya
Jika aku membencimu, karena aku yakin
Benci lahir dari rahim cinta

-Penjahat Kecil

Malam ini, aku hanya memilih untuk duduk di teras, ditemani kopi favoritku. Menerawang jauh kearah rasi orion di atas sana. Kira-kira, apa yang sedang ia lakukan disana sekarang, gumamku. Sebenarnya, aku ingin bertanya langsung tentang kabarnya, dan apa yang ia lakukan seharian. Tapi, aku tak berani. Aku tak pernah punya nyali untuk itu. Bahkan, untuk sekedar mengirim pesan singkat bertuliskan "Hai" saja aku tak sanggup. Ah, dasar pengecut! Makiku kepada diriku sendiri.

Tuhan, seandainya memang ia yang Kau gariskan menjadi rusukku, mudahkanlah jalanku. Tapi jika memang bukan, kumohon jauhkan ia dari setiap mili ingatanku. Sungguh, mencintai dalam diam itu menyiksa. Saat kau kesal melihatnya bersama orang lain, tapi kau tak berhak marah. Memangnya aku ini siapa, hah? Dan kuberi tahu kau satu hal, cemburu dalam diam itu berkali-kali lebih sakit daripada cinta dalam diam. Percayalah.
Biarlah, jika memang kau jauh dari mata dan hatiku, semoga kau selalu dekat dengan setiap doaku yang kuucap untukmu. Karena yang kutahu, Tuhan lebih kuasa untuk melenyapkan jarak.
Sudah malam, sebaiknya aku tidur. Besok adalah hari yang berat, dan butuh tenaga ekstra untuk berpura-pura tegar jika aku harus bertemu dengannya.

"Ma, lupa itu sebenarnya apa?"
Mama memandangku seraya tersenyum, lalu menjawab,

"Lupa itu ketika kamu mampu mengingat semua kejadian itu dengan jelas, tanpa ada rasa sakit yang tersisa. Dalam kasusmu, itu definisi lupa yang tepat, Ndi", lalu Mama kembali lagi asyik dengan rajutannya. Aku jadi semakin tak mengerti. Maksudnya apa dengan jawabannya.

" Maksudnya, Ma?", tanyaku kemudian.
Mama berhenti, melepas kacamata bulatnya, lalu kembali menoleh dan berkata,

"Andi, bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Kalau kamu sudah bisa menerima kepergiannya, artinya kamu bisa melupakannya. Justru jika kamu memaksa untuk melupakan, maka ingatan itu akan semakin kuat menancap dipikiranmu", kemudian hening.

-Sepenggal Malam

Jangan pernah salahkan kopi, jika pada akhirnya kau dapati tiba-tiba kuberpuisi darinya

Kau tahu, sayang, ia adalah penyair terbaik

Diamnya selalu bermakna, pahitnya selalu berharga, bahkan aromanya punya irama

Ia hidup!

Sungguh, kau tak akan pernah paham, bagaimana setiap tetesnya bagai candu

Memberiku nikmat yang membunuh

Bagaikan serigala dibawah purnama

Memburu dalam genggaman pena

Menghujam rasa diatas tinta

Sebuah titah cucu adam, yang berkelana di hutan asmara

Mencari serpihan rusuk yang hilang dari sebongkah nurani yang usang

Ah, bahkan kopiku lebih nikmat daripada jatuh hati

Sudah malam, tidur sajalah

Agar esok kau sanggup mengembara, berlayar melintasi badai rindu

Biar cepat sampai kau ke rumah bumi


-Sisa Gerimis

Hadirmu menghangatkan malamku

Sepi tak bertuan disunyi yang senyap

Menatap hampa ke angkasa malam

Temani kopiku yang mulai dingin

Bersama dengan khayalku yang lalu

Lain kali ajak kawanmu

Agar lengkap kau temani menungku


-Piring Plastik

Dear hujan,
Kenapa malam ini kau tak datang
Padahal aku sudah menunggumu sedari tadi
Mendungmu saja sudah membuatku bertingkah
Gelap menawan dilangit kota

Dear hujan,
Kenapa malam ini kau tak datang
Seharian sudah aku menatimu
Menunggu tetesmu menyentuh bumi
Membuat angsa menari

Dear hujan,
Kenapa malam ini kau tak datang
Padahal banyak yang ingin kusampaikan
Terlalu banyak rasa dan warna yang tumpah
Sungguh hanya kepadamu ingin kucurah

Dear hujan,
Sampai kapanpun akan kutunggu
Ingin kubagi sepotong cerita padamu
Cerita tentang gadis diseberang
Yang mencampur perasaanku bagai gado-gado Bang Somad

Dear hujan,
Kalau kau memang tak turun disini
Kuharap kau mampir kesana
Tentramkan hatinya agar tak menyerah
Jangan lupa sampaikan salamku ya

Dear hujan,
Kalau tak sekarang atau lusa
Sungguh ingin kukatakan padanya
Semoga ia benar-benar rusukku yang hilang
Siapa tahu ia sudi menjadikanku rumah

Dear hujan,
Besok pagi mampirlah sejenak ke kotaku
Aku rindu sekali sentuhanmu
Karena kau selalu membasuh semua luka
Dan mencucinya dengan hangat

-Sabit Mendung
Selarut ini, hanya kau yang masih setia
Terjaga bersama khayalku

Sungguh, aku sadar
Dibalik pahitmu tersimpan berlapis rasa

Berirama menjalin cerita
Sebuah nestapa milik anak manusia

Bahwa harummu yang memikat
Melayangkanku jauh ke nirwana

Sebelum kelak, saat aku terjaga
Jatuhku terlalu dalam rupanya

Jika aku harus mengalah
Maka itu lebih baik daripada musnah

Pergilah, bersama dinginnya nafas ini
Agar kelak kau sadar, uap pun masih bisa menjadi embun

-Yus

Lembut sapamu mengalun merdu
Menatap asa disenja yang merah
Menghirup aroma lelah yang basah
Sisa resah dari mimpi yang terbuang

Dikeheningan kupandang lamat
Bingkai mata sebening telaga
Bayangan rindu yang resah berserak
Menyusun keping diatas jelaga

Aku pupus oleh waktu
Lenyap dalam sendu dipagi yang semu
Tenggelam dalam bayang matamu
Seperti pelangi yang menggantung diatas kelabu

Jangan serius
-Yus

Aku adalah sebuah pagi dalam rongga sepimu yang kau tatap cemas
Menopang bahu kecilmu tegak
Agar kelak kau tak terhempas
Dan jatuh dalam sebuah resah

Aku adalah selimut rindumu
Menjagamu dalam kegelapan
Mendongeng indah untukmu dalam sepi yang sunyi
Agar lepas segala penat dalam kepalamu

Rebahlah dibawah taburan bintang
Lupakan sejenak pahit dari jiwamu yang lelah
Biarkan semesta memeluk segala sakitmu
Dan hening bernyanyi dalam lelapmu

-Yus
Written By Yus. Powered by Blogger.